Minggu, 09 Januari 2011

Memahami Keterkaitan Kekuasaan dan Politik

Kekuasaan dan politik adalah sebuah "sahabat". Politik adalah suatu cabang ilmu sosial yang sering dianggap berkaitan erat dengan bagaimana manusia meraih kekuasaan dan menggunakan kekuasaannya tersebut. Ketika memegang kekuasaan ataupun mengharapkan kekuasaan yang menjanjikan kemakmuran diri sendiri, ada kencenderunganmanusia akan melakukan korupsi, suap, bahkan melakukan kelicikan hanya demi tercapainya kekuasaan yang menjanjikan kemakmuran tersebut.
Itulah hal yang menyebabkan bahwa banyak masyarakat awam yang menganggap politik praktis sebagai sesuatu yang buruk, terkadang muncul celaan serta hujatan terhadap para birokrat dan para pelaku politik praktis yang mempraktikkan tindakan di luar harapan masyarakat umum. Lalu berikutnya, muncul di benak kita tentang apakah yang dimaksud dengan kekuasaan dan hubungan antara kekuasaan dan politik? Sehingga dapat menjadi sesuatu yang terkadang dilematis dalam ranah perpolitikan praktis di tanah air.
Sebagai sesuatu sifat yang dianggap sangat krusial dalam ilmu politik, kekuasaan adalah konsep yang paling sering kita temui dalam buku-buku ilmu politik dewasa ini, sehingga dapat kita temukan beragam definisi mengenai kekuasaan dari para ahli. Suatu pengertian yang paling sederhana tentang kekuasaan ini adalah kemampuan subjek untuk dapat mempengaruhi perilaku objek, sehingga apa yang dilakukan objek akan sesuai dengan kehendak subjek. Subjek dan objek tersebut dapat merupakan seorang, sekelompok orang atau kolektivitas.
Sosiolog Max Weber dalam buku Wirtschaft und Gessellshaft (1922) yang dikutip lewat Dasar-dasar Ilmu Politik-nya Miriam Budiardjo berpendapat bahwa kekuasaan adalah kemampuan untuk dalam suatu hubungan sosial, melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami perlawanan, dan apapun dasar kemampuan tersebut.
Menanggapi pernyataan Max Weber tersebut maka terbayang tentang suatu penguasaan yang cenderung atas kemauan sendiri sehingga seringkali dirasakan ketidakadilan. Namun, suka ataupun tidak itu adalah suatu pendapat yang banyak para sarjana bertolak pada hal itu.
Benar ataupun tidaknya serta sedikit banyaknya telah dirasakan oleh bangsa kita ketika era pemimpin-pemimpin masa lalu, atau bahkan masa kini yang kita sadari ataupun tidak kita sadari, contoh yang paling konkret adalah pada era kepemimpinan Soeharto yang cenderung otoriter dan atas keinginan sendiri sehingga muncul istilah asal bapak senang dalam pemerintahan.
Barbara Goodwin (2003) mengemukakan bahwa kekuasaan adalah kemampuan untuk mengakibatkan seseorang bertindak dengan cara yang oleh yang bersangkutan tidak akan dipilih, seandainya ia tidak dilibatkan. Dengan perkataan lain memaksa seseorang berbuat sesuatu di luar kehendaknya.
Suatu kepemimpinan dalam politik tentu saja berawal dari tujuan yang mulia, yaitu menciptakan suatu pemerintahan yang mensejahterakan rakyat dan untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik bukannya menciptakan penderitaan yang lebih banyak bagi masyarakat. Berhasil ataupun tidaknya tujuan tersebut tergantung kepada siapa yang memegang kekuasaan dan bagaimana pemimpin tersebut dapat menjalankan kekuasaan dengan sebaik-baiknya.
Esensinya bahwa setiap penguasa haruslah orang-orang yang amanah, yang dengan kemampuannya memimpin dapat memberikan suatu pengaruh yang positif bagi kemajuan bangsa dan negara. Terlepas dari apakah pengaruh atas kekuasaannya bersifat memaksa ataupun tidak, namun yang terpenting adalah setiap pemegang kekuasaan harus menyadari bahwa mereka wajib untuk mendahulukan kepentinganrakyat di atas kepentingan golongan dan pribadinya.
Setiap penguasa harus menyadari bahwa apa yang dia miliki semata-mata hanyalah tanggung jawab yang besar dan harus dilakukan dengan sebaik-baiknya agar dapat dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar